Selasa, 01 Februari 2022

Peran Edge Data Center yang Ramah Lingkungan bagi Industri e-Commerce

teknologi infrastuktur untuk industri e-commerce yang lebih andal dan hemat energi

Hi guys!

Hasil survei We Are Social pada April 2021 menunjukkan, Indonesia bertengger sebagai negara tertinggi di dunia yang menggunakan layanan e-commerce dengan 88,1 persen pengguna internet di Indonesia berbelanja online.

Sementara itu, laporan e-Conomy SEA 2021 yang dirilis oleh Temasek, Google, serta Bain & Company menunjukkan, perdagangan e-commerce di Indonesia pada 2021 tercatat mencapai 53 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 760 triliun. Angka ini meningkat sekitar 52 persen dibandingkan 2020.

Nominal tersebut menjadikan industri e-commerce sebagai kontributor terbesar dalam pertumbuhan nilai ekonomi digital Indonesia. 

Baca juga: Promosikan Lingkungan Sekolah Hijau di SMK, Schneider Electric Luncurkan Program Adopt a Tree

Kementerian Perdagangan (Kemendag) bahkan menargetkan belanja online melalui platform e-commerce yang saat ini baru menyumbang 4 persen menjadi 18 persen terhadap total pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada 2030.

Ditambah, perkembangan industri 4.0 dan situasi pandemi Covid-19 turut menjadi akselelator pertumbuhan perdagangan secara elektronik (e-commerce) beberapa tahun terakhir.

Bila ditilik secara linear, pertumbuhan sektor e-commerce turut meningkatkan kebutuhan perusahaan akan data center yang andal. Seperti diketahui, data center berfungsi untuk menyimpan, mengelola, dan mentransfer data secara cepat melalui cloud.

Baca juga: Mengulas Studi Terbaru Schneider Electric dan CNBC tentang Solusi Teknologi Digital terhadap Perusahaan

Di sisi lain, pengelolaan data center memerlukan konsumsi energi lebih besar. Oleh karena itu, perusahaan e-commerce diharapkan mulai mempertimbangkan penggunaan data center yang lebih efisien agar dapat mengurangi dampak emisi karbon terhadap kelestarian lingkungan.

Data center yang hemat energi

Data dari Schneider Electric menyebutkan, data center diprediksi menjadi penyumbang konsumsi energi terbesar di industri teknologi informasi dengan konsumsi 8,5 persen dari penggunaan listrik global pada 2035.

Business Vice President Secure Power Schneider Electric Indonesia and Timor Leste Yana Achmad Haikal menyebutkan, data center merupakan teknologi masa kini dan masa depan.

Pada masa mendatang, data center diharapkan dapat mengonsumsi listrik lebih sedikit tanpa mengorbankan reliability (keandalan).

Baca juga: Perusahaan Wajib Tahu 3 Tips Wujudkan Transformasi Digital Berikut

“Salah satu caranya adalah dengan melakukan digitalisasi pengelolaan energi dan automasi dengan memanfaatkan software management tool, seperti EcoStruxure IT & Asset Advisor,” kata Yana pada acara virtual media briefing Schneider Electric, Selasa (25/1/2022).

Guna meningkatkan visibilitas dan kontrol menyeluruh terhadap operasional data center, lanjutnya, produktivitas serta waktu uptime  akan semakin meningkat. Hal ini sekaligus dapat menekan biaya listrik.

“Pemanfaatan teknologi edge data center berbasis modular, seperti Micro Data Center dan Modular Data Center dari Schneider Electric juga dapat mendukung sektor e-commerce dalam mengurangi latensi untuk memaksimalkan pengalaman transaksi terbaik bagi konsumen,” jelas Yana.

Edge data center

Selain itu, teknologi edge data center berbasis modular juga bisa disesuaikan dengan skala bisnis masing-masing perusahaan.

“Penggunaan sumber listrik terbarukan dan ramah lingkungan, seperti panel surya juga dapat menjadi solusi alternatif untuk pengelolaan data center yang lebih hijau. Mengingat, biaya energi berkontribusi sekitar 40 persen dari biaya operasional,” kata Yana.

Yana juga menyebutkan bahwa sebagai sektor andalan masa depan, e-commerce tengah menghadapi dua tantangan besar. Pertama, tuntutan terhadap pemenuhan pengalaman transaksi terbaik tanpa hambatan. Kedua, desakan global terhadap upaya dekarbonisasi kepada seluruh sektor industri.

Untuk menjawab tantangan tersebut, penguatan infrastruktur digital secara andal, terintegrasi, dan efisien menjadi kunci utama untuk mencapai tujuan sustainability.

Baca juga: Apakah Teknologi Digital Bisa Menjadi Solusi Mengatasi Perubahan Iklim?

Chief Executive Officer Airmas Group Basuki Surodjo mengamini pernyataan Yana. Ia menegaskan bahwa perusahaan e-commerce harus memilki infrastruktur digital yang memadai. Perusahaan juga harus adaptif dengan digital marketing agar tetap sustainable di era industri 4.0.

“Di Airmas Group, kami pun terus berupaya untuk agresif dalam membangun platform digital, baik dalam bentuk mobile app dan website. Selain itu, untuk mendukung bisnis, kami telah melakukan investasi dalam membangun data center sendiri dan menggunakan teknologi yang pintar serta ramah lingkungan,” kata Basuki.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga mengatakan bahwa pertumbuhan transaksi perdagangan digital Indonesia masih akan terus menuju ke arah positif.

“Potensi pertumbuhan perdagangan digital di Indonesia masih sangat besar. Pandemi Covid-19 selama dua tahun belakangan ternyata memiliki sisi positif terhadap adaptasi masyarakat menggunakan teknologi digital,” jelasnya.

Lebih lanjut, Bima mengatakan bahwa peningkatan signifikan terhadap platform e-commerce tak hanya terjadi dari sisi jumlah konsumen.

“Pertumbuhan pelaku usaha atau merchant di platform e-commerce juga tumbuh sangat signifikan. Tentu menjadi tantangan bagi para pelaku industri e-commerce untuk mengedukasi merchant baru,” kata Bima.

Lokasi: Jakarta, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar